Reaksi Uji Karbohidrat (Hidrolisis Pati dengan Asam)


I.                   Tanggal Praktikum  : 20 Maret 2015
II.                Judul Praktikum      : Reaksi Uji Karbohidrat (Hidrolisis Pati dengan Asam)

III.             Tujuan Praktikum   :
Mahasiswa dapat mengetahui sifat-sifat karbohidrat terhadap beberapa reaksi tertutup.

IV.             Dasar Teori               :
Dalam pati terdapat dua bagian, yaitu bagian yang larut dalam air disebut amilosa (10-20%), dan bagian yang tak larut dalam air disebut amilopektin (80-90%). Amilosa dan amilopektin mempunyai rumus empiris (C6H10O5), dan bila dihidrolisis menunjukkan adanya sifat-sifat karbonil, dan pati tersusun atas satuan-satuan maltosa. Bila pati yang terdapat dalam sel dihidrolisis oleh enzim maka pati akan pecah menjadi bagian yang lebih kecil disebut dekstrin (Yusrin, 2012: 21).
Pati terdiri dari dua tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer tersebut yaitu berupa rantai panjang dan tidak bercabang dari sisa n-glukosa yang tehubung oleh ikatan alfa 1,4  glikosidik (seperti halnya pada maltosa). Rantai tersebut merupakan rantai yang sangat panjang karena terdiri atas ribuan bahkan lebih dari sejuta molekul. (Nelson, 2008: 245)
Bahan kimia organik yang paling melimpah di bumi yaitu selulosa pada dinding sel tumbuhan atau polisakarida dari glukosa. Bagaimanapun juga, karena ikatan-ikatan glukosa di selulosa berbeda dengan yang ada pada pati dan glikogen. Maka hewan tidak dapat mencerna selulosa dan hanya menggunakan glukosa darinya (Albert, 2008: 58).

V.                Alat dan Bahan         :
A.       Alat
-     Alat tulis menulis
-     Gelas piala 100 mL
-     Pemanas air
-     Pipet tetes
B.       Bahan
-      0,5 HCL pekat
-      Pereaksi benedict
-      Larutan Iodin
-      15% larutan pati 1%
-      Larutan NaOH 10% (indikator lakmus)
-      15 mL air
VI.             Cara kerja                 :
1.    Kedalam gelas piala 100 mL masukkan 15 mL larutan pati dan 0,5 Hcl pekat
2.    Campuran tersebut dipanaskan diatas pemanas air selama 45 menit
3.    Didinginkan dan lakukan penetralan dengan larutan NaOH 10% (Indikator lakmus)
4.    Larutan tersebut diencerkan dengan menambahkan air sebanyak 15 mL
5.    Hasil hidrolisa ini diambil 5 mL untuk di uji dengan uji benedict dan uji Iodin
VII.          Hasil Pengamatan      :
No.
Bahan Makanan
Direaksikan
Kesimpulan
HCL
NaOH
Iodin
Benedict
1
Larutan pati 1%
-
Tidak berubah warna (bening)
-
Tidak berubah warna (bening)
-
Ungu pekat
-
Tidak berubah, tetap warna benedict (biru tosca)
Kedua uji negaif karena masih mengandung amilosa



Pertanyaan                            :
1.        Selain HCL, senyawa apa yang dapat digunakan untuk percobaan hidrolisis pati?
Jawab: selain HCL, senyawa yang dapat digunakan untuk percobaan hidrolisis pati adalah semua jenis asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4), asam iodida (HI), asam bromida (HBr), asam nitra (HNO3), HCLO4 dan lain-lain.
2.        Untuk apa dilakukan uji benedit dan uji iodin?
Jawab: untuk membandingkan derajat reduksi yang terjadi pada uji benedict dan uji iodin, yang dilihat melalui perubahan warnanya serta menguraikan pati (polisakarida) menjadi mono atau disakarida.
Uji benedict dilakukan untuk mendeteksi gula pereduksi, yaitu monosakarida. Jika uji positif, artinya pati telah terpecah menjadi monosakarida. Serta untuk mendeteksi adanya gugus aldosa.
Sedangkan uji iodin dilakukan untuk mendeteksi gugus ketosa. Jika uji negatif, berarti pati belum terpecah menjadi monosakarida/disakarida dan masih mengandung amilosa.

VIII.       Pembahasan               :
Dari hasil praktikum dapat dilihat perubahan warna yang terjadi pada larutan pati (amilosa). Pada prinsipnya pati merupakan polisakarida yang terdapat pada sebagian besar umbi-umbian dan biji-bijian seperti kentang, jagung atau padi. Jika terhidrolisis maka terbentuk fraksi sakarida (disakarida atau monosakarida). Untuk berlangsunya hidrolisis diperlukan bantuan katalis seperti enzim dan senyawa asam yang berfungsi sebagai katalisator untuk hidrolisis pati menjadi monosakarida atau disakarida.
Hidrolisis terjadi akibat pemasukan molekul air dalam ikatan monosakarida pembentuk pati. Pati tersusun atas banyak rantai molekul glukosa. Pati merupakan zat tepung yang terdapat pada makanan pokok yang banyak dikonsumsi manusia sebagai sumber energi.
Pada 15 mL larutan pati ditambahkan 0,5 HCL pekat. HCL berfungsi sebagai bantuan untuk katalis atau mempercepat reaksi pemutusan rantai karena HCL merupakan asam kuat. Setelah ditambahkan, selanjutnya larutan tersebut dipanaskan selama beberapa menit hingga mendidih agar mempercepat reaksi, saat proses pemanasan inilah terjadi hidrolisis. Terlebih dahulu larutan tersebut didinginkan agar ketika dimasukkan NaOH tidak dalam keadaan panas.
Pada awalnya larutan pati berwarna putih. Setelah ditambahkan HCL dan kemudian dipanaskan, larutan tersebut menjadi berwarna keruh dan tidak terdapat endapan lagi. Disebabkan karena pati telah mengalami proses hidrolisis oleh air dan senyawa asam yaitu HCL. Indikator lakmus selanjutnya digunakan sebagai penguji larutan bersifat asam, basa atau netral. Jika larutan bersifat asam maka penetralan dilakukan dengan penambahan NaOH, sebaliknya jika larutan bersifat basa maka ditambahkan HCL agar mendapatkan larutan bersifat netral dengan pH 7.
Pada percobaan yang kami lakukan, larutan tidak semudah yang terbayang akan menjadi netral. Banyak penambahan HCL dan NaOH yang dilakukan, bahkan juga penetralan dengan menambah aquades, karena kenaikan pHnya tidak stabil. Pada akhirnya dengan menambah sedikit demi sedikit larutan HCL didapatkan juga larutan yang bersifat netral dengan pH 7.
Hasil hidrolis pati yang bersifat netral tersebut kemudian diambil sebanyak masing-masing 5 mL untuk masing-masing tabung reaksi. Tabung reaksi yang digunakan sebanyak 2 tabung, masing-masing untuk pengujian benedict dan iodin.
Prinsip uji benedict jika didapatkan hasil uji positif seharusnya larutan menunjukkan warna biru kehitaman, yang berarti pati telah terpecah menjadi monosakarida. Namun pada uji benedict yang kami lakukan didapatkan hasil uji negatif karena larutan berwarna benedict yaitu biru tosca, yang berati larutan pati tersebut masih mengandung amilosa.
Prinsip uji iodin adalah untuk melihat polisakarida. Jika uji positif maka hidrolisis yang dilakukan berhasil mengubah polisakarida menjadi mono atau disakarida. Uji iodin yang dilakukan juga tidak berhasil, karena pada uji iodin juga didapatkan hasil uji negatif, yaitu larutan berwarna ungu pekat. Artinya larutan tersebut masih bersifat polisakarida.

IX.             Kesimpulan                :
1.        Pati merupakan polisakarida yang terdapat pada sebagian besar umbi-umbian dan biji-bijian seperti kentang, jagung atau padi.
2.        Pati merupakan zat tepung yang terdapat pada makanan pokok yang banyak dikonsumsi manusia sebagai sumber energi.
3.        Polisakarida adalah karbohidrat yang bila dihidrolisis akan terurai menjadi banyak molekul monosakarida.
4.        Hidrolisis terjadi pada saat pemanasan sedang berlangsung.
5.        Hidrolisis terjadi akibat pemasukan molekul air dalam ikatan monosakarida pembentuk pati.
6.        Setelah ditambahkan HCL dan dipanaskan, larutan menjadi berwarna keruh dan tidak terdapat endapan lagi.
7.        Larutan pati menjadi keruh karena telah terjadi hidrolisis oleh air dan senyawa asam yaitu HCL.
8.        Senyawa asam berfungsi sebagai katalis untuk hidrolisis polisakarida menjadi mono atau disakarida.
9.        Senyawa asam yang digunakan yang bersifat kuat misalnya HCL agar mempercepat rekasi katalis.
10.    Pada proses pemanasan, juga berfungsi untuk mempercepat laju reaksi.
11.    Uji positif untuk benedict berwara biru kehitaman yang berarti hidrolisis berhasil.
12.    Uji iodin untuk melihat polisakarida. Jika berhasil maka telah berubah menjadi mono atau disakarida.

X.                Daftar Rujukan        :
Albert, S. 2008. Molecular Biology of Cell. New York: Garland Science.
Nelson. 2008. Lehninger Principles of Biochemistry Fifth Edition. New York: W. H. Freeman and Company.

Yusrin. 2010. Proses Hidrolisis Onggok dengan Variasi Asam pada Pembuatan Etanol. Jurnal Unimus. Vol. 1, No. 1, Hal: 20-39.

No comments:

Powered by Blogger.